Sabtu, 16 April 2011

Curhatan

Seperti kita melihat dunia luar maka akan terasa berlebihan jika mengatakan hidup ini sia-sia. Haya orang yang optimis yang akan menjalani hidup dengan lebih berarti bukan karena semangat mereka tapi karena mereka punya suatu kekuatan yang melandasi mereka untuk tetap menahan badai

Egoisme etis___kode etik

CREATED BY: Pramushinta Permata Sari 11091073 Nisa Vinasia 11091087 Egoisme Etis Perbedaan antara Egoisme Psikologis dan Egoisme Etis adalah bahwa Egoisme Psikologis berbicara tentang sifat perbuatan manusia, sedangkan Egoisme Etis berbicara tentang bagaimana seharusnya kita berbuat. Egoisme Etis adalah sebuah teori normatif yang menyatakan bahwa tiap orang harus mencari kebahagiaan dan pemuasaan egonya masing-masing. Moralitas menuntut kita untuk menyeimbangkan antara kepentingan kita dengan kepentingan orang lain. Tentu saja kita akan memenuhi kepentingan diri sendiri dahulu, tetapi kepentingan orang lain juga penting apalagi kalau kita bisa membantu orang lain maka kita harus melakukan itu. Kita mempunyai tugas moral yang mencakup tugas “alami” terhadap orang lain yakni kalau tindakan yang kita lakukanbdapat memberikan keuntungan atau kerugian terhadap orang lain maka itulah alasannya mengapa kita harus atau tidak boleh melakukan tindakan itu. Jadi akal sehat berkata bahwa kepentingan orang lain perlu diperhitungkan, yang dimana sesuai dengan pandangan moral. Egoisme etis merupakan teori normatif yang berisi tentang bagaimana kita seharusnya bertindak, tanpa memandang bagamana biasanya kita bertindak. Berbeda dengan egoisme psikologis yang membahas tentang bagaimana kita biasanya bertindak dan seseorang memang selalu mengjar kepentingannya sendiri. Jadi kita tidak mempunyai kewajiban moral kecuali melakukan tindakan yang mengutungkan bagi diri sediri. Didalam egoisme etis hanya ada prinsip perilaku yang utama yakni prinsip kepentingan diri yang mencakup semua tugas dan kewajiban alami seseorang, jadi tugas seseorang hanyalah membela kepentingan sendiri bukan membela kepentingan orang lain. Tetapi egoisme etis mengatakan kita tidak harus menghindari tindakan yang menolong orang lain jikalau dalam situasi tertentu bisa jadi kepentingan diri dan orang lain saling bertautan. Ataupun dengan menolong orang lain merupakan cara efektif untuk menciptakan keuntungan bagi diri sendiri. Yang membuat tindakan ini dibenarkan dalam egoisme etis adalah pada akhirnya tindakan yang dilakukan tadi akan menguntungkan diri sendiri. Egoisme etis mengajarkan bahwa kita seharusnya melakukan tindakan yang paling mnguntungkan untuk ke depannya dengan kata lain jangka panjang. Kita tidak diajarkan untuk mencari keuntungan sesaat yang akan berakibat buruk ke depannya seperti merokok, memakai narkoba dan lain-lain. Jadi egoisme etis menganjurkan “selfishness”, tetapi bukan “foolishness”. Ada tiga argumen yang mendukung Egoisme Etis yaitu : Setiap manusia paling tahu tentang kemampuan dan keinginan dirinya. Tindakan seseorang menolong orang lain seringkali justru berakhir dengan menambah beban orang yang hendak ditolongnya. Oleh sebab itu, kebijakan ‘peduli pada orang lain’ adalah menipu diri. Dalam kata-kata Robert G. Olson, ‘The individual is most likely to contribute to social betterment by rationally pursuing his own best long-range interests’. Tapi, dalam kenyataannya, argumen ini tidak mendukung Egoisme Etis, sebab argumen ini hanya berujung dengan kesimpulan bahwa tiap orang harus memiliki kebijakan tertentu menyangkut tindakan-tindakannya. Dengan demikian, semua kebijakan rasional yang kita lakukan pada gilirannya akan memberikan manfaat buat tiap orang. Artinya, kebijakan-kebijakan itu bukan semata-mata egoistis. Langkah-langkah kita pun pada puncaknya bertujuan demi kebaikan dan kemaslahatan bersama. Egoisme Etis berpijak pada realitas tiap individual, kata Ayn Rand, yang banyak terkikis akibat ajakan kepada altruisme. Inti argumen ini: karena manusia hanya punya satu kehidupan yang paling berharga, sementara altruisme adakalanya membuat satu kehidupan yang paling berharga itu harus dikorbankan demi orang lain, Egoisme Etis berupaya mengembalikannya pada posisi puncaknya seperti semula. Namun, argumen ini memiliki cacat besar, karena altruisme bukan saja tidak menganggap kehidupan individual sebagai tidak berharga atau patut dikorbankan setiap kali ada kesempatan untuk itu, melainkan altruisme sangat menghargai kehidupan individual sehingga pengorbanannya membuahkan tindakan moral yang sangat tinggi atau demi tujuan yang lebih tinggi daripada harga kehidupan individual tersebut. Egoisme Etis menyatakan bahwa kita harus memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan oleh orang lain. Ini barangkali merupakan argumen terbaik untuk mendukung Egoisme Etis. Tapi, argumen ini tidak menggugurkan kemungkinan alasan lain di balik tindakan altruistik seseorang kepada orang lain. Banyak orang yang berbuat untuk orang lain bukan semata-mata berangkat dari motif agar orang memperlakukan dirinya dengan cara yang sama, melainkan juga demi alasan-alasan lain. Padahal, argumen ini benar bila hanya inilah satu-satunya alasan orang harus berbuat baik kepada sesama manusia. Teori menjelaskan kewajiban-kewajiban sebagai berikut : Kewajiban untuk tidak mencederai orang lain Suatu keyakinan jika kita menyakiti orang lain maka orang lain pun akan menyakiti kita begitu pula sebaliknya. Dan jika kita melakukan hal yang buruk yang pasti hal tersebut akan merugikan diri kita. Jadi, demi keuntunungan pribadi kita sebaiknya menghindari tindakan yang merugikan orang lain. Kewajiban untuk tidak berbohong Jika kita berbohong terhadap public akan berpengaruh pada reputasi dan kepercayaan sebuah kejujuran akan membawa banyak keuntungan untuk diri kita. Kewajiban untuk memegang janji Jika kita melakukan suatu hubungan berupa kerjasama tentu saja ada peraturan atau janji yag harus ditepati. Jika kita menepati hal itu maka kemungkinan besar respon orang lain akan sama dengan kita. Berdasarkan pandangan diatas menurut Thomas Hobbes hal ini akan membawa kita pada suatu aturan emas yaitu : kita harus “ melakukan untuk orang lain” karena kalau kita melakukannya, orang lain pun akan “ melakukan untuk kita” hal yang sama. Ada banyak respon tentang hal ini salah satunya adalah argument dimana dalam pembuktiannya tidak diperoleh suatu bukti yang memadai hanya saja hal ini akan mengarakan kita kembali pada suatu pandangan hal yang umum bahwa setiap hal yang dilakukan kepada orang lain tidak lebih hanya sebuah motif untuk menguntungkan diri sendiri. Namun, tidak semua keuntungan bias didapat dari ha yang baik terkadang kita dapat mengambil suatu keuntungan dari perlakuan buruk kita terhadap orang lain. Jadi, sepertinya semua kewajiban moral kita yang dapat dijelaskan seolah dapat ditarik dari kepentingan diri. Tiga Argumen Melawan Egoisme Etis Para filsuf sejak dulu menolak pandangan terhadap suatu egoisme etis. Para filsuf mengemukakan sejumlah argument penolakan antara lain sebagai berikut : Argumen bahwa Egoisme Etis Tidak Dapat Memecahkan KOnflik Kepentingan. Dalam buku The Moral Point of View (1958), Kurt Baier berpendapat bahwa egoism etis tidak dapat dibenarkan karena tidak dapat memberikan pemecahan akan suatu masalah terutama dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan konflik-konflik kepentingan. Tetapi pernyataan ini ditanggapi berbeda oleh para penganut pandangan egoism etis. Bagi para pengganut egoism etis meyakini bahwa kehidupan adalah suatu rentetan panjang dari konflik-konflik dimana setiap orang akan bersaing untuk mendapatkan posisi puncak. Argumen bahwa Egoisme Etis secara Logis Konsisten Semakin banyak tentangan akan egoism etis degan pernyataan tidak dibenarkan suatu teori yang isinya berlawanan dengan dirinya sendiri. JIka menilik kasus tentag konflik kepentingan maka ada kontradiksi logis akan motif masing-masing individu dengan individu yang lain. Seperti yang dijelaskan diatas bahwa setiap individu memiliki hak untuk meraih posisi puncak dengan segala jalan termasuk menyingkirkan pihak lawan. Kontrakdiksi dari prinsip itu adalah munculnya premis tambahan berupa pernyataan “ menghalangi seseorang menjalankan kewajibannya untuk melakukan strategi adalah keliru”. Dan hal ini yang akan dianut oleh pengikut egoism etis. Bagi pengikut egoisme etis tidak peduli cara yang dilakukan itu memiliki pandangan yang benar atau tidak yang terpenting adalah tugas atau kewajiban yang kita lakukan tersebut menguntungkan atau tidak bagi diri kita. Argumen bahwa Egoisme Etis Sewenang-wenang dan Tidak Bisa Diterima Argumen ini yang paling dapat diandalkan dari semua argument penolakan yang dikeluarkan. Pandangan ini memberikan gambara mengapa kepentingan orang lain juga harus kita pikirkan. Sejumlah orang yang menganut pandangan moral yang sama menerima argument ini dengan alas an persamaan prinsip yang membuat mereka membentuk suatu kelompok tertentu. Bukan hanya prinsip namun dengan alas an kesukuan dan kebangsaan maka orang-orang menyatukan dirinya melebur dalam sebuah kelompok. Akibat dari keyakinan ini munculah sikap rasisme yang berlebihan. Dengan membedakan perlakuan terhadap orang lain yang diyakini tidak sesuai dengan standar yang telah kelompoknya tetapkan. Namun ada sebuah prinsip umum yang menghalangi pembelaan terhadap sikap ini yaitu “ kita dapat membenarkan perlakuan terhadap orang secara berbeda hanya kalau kita dapat memperlihatkan bahwa ada perbedaan factual di antara mereka, yang relevan untuk membenarkan perbedaan dalam perlakuan itu”. Egoisme etis mengajak kita untuk berfikir untuk memisahkan dunia dalam dua kategori kita dan yang lain. Maka dengan demikian kita akan berfikir untuk mementingkan ha yang satu dibandingkan dengan yang lain. Tapi dengan berfikir dengan berfikir demikian kita akan merefleksi diri kenapa kita harus begitu egois terhadap diri kita dan seberapa istimewakah kita sampai kita melakukan hal demikian. Kita harus peduli dengan orang lain alasannya hamper sama dengan mengapa kita harus peduli dengan diri kita sendiri. Semua motif manusia untuk mempertahankan kehidupannya sama namun hanya jalan yang dipilih oleh setiap orang untuk menyikapinya yang berbeda. Jika kita tidak menemukan perbedaan yang relevan antara diri kita dan mereka, maka kita harus menerima kenyataan bahwa jika kebutuhan kita terpenuhi, maka demikian juga dengan kebutuhan mereka. Kenyataan inilah yang meyakinkan kita bahwa diri kita sejajar dengan orang yang lain dan merupakan alasan yang jitu untuk menyatakan egoisme etis sebagai teori moral yang gagal.

Jumat, 15 April 2011

Hanya coretan psikologi pendidikan

“ Bukan karena hari ini adalah hari yang indah, namun saat kau menjalani semuanya dengan bahagialah yang membuat hari ini menjadi indah” Coba kita ingat kapan terakhir kali merasa sangat bahagia?. Mari kita ingat memori yang paling membahagiakan dalam hidup. Dimana letak memori itu dan kapan terjadinya?. Kemarin, minggu lalu atau tahun lalu. Kapan terakhir kali kita merasa bahwa hari ini begitu pendek dan kapan hari esok akan tiba. Jawabannya adalah hari dimana kamu menemukan sesuatu yang lebih dari rasa cinta tapi menemuka sebuah harmoni yang sangat indah dalam hidup. Jika sudah mengingat semua kenangan dari kita kecil sampai sekarang. Bagian mana yang paling menarik?. Tidak semua orang memilki kenangan indah yang sama. Tapi sebenarnya hasrat paling besar terjadi saat SMA. Ingatkah kalian masa itu?. Masa dimana kamu sudah mulai memikirkan segala hal tentang dirimu. Saat itu ego dan logikamu berjalan beriringan. Kenangan yang indah hanya akan terjadi 1X seumur hidup. Tapi, setelah itu kau bias membuat kenangan yang lebih indah dimasa yang akan datang. Sekolah itu adalah rumah kedua. Mungkin inilah perspektif umum yang sangat sering kita dengar. Sekolah adalah rumah kedua, teman adalah keluarga, dan guru adalah orang tua kedua. Inilah perspektif umum yang kita gunakan. Bagi banyak orang sekolah diibaratkan sebuah rumah namun ada pandangan lain yaitu sekolah adalah jembatan jiwa. Dimana kau bebas berekspresi disana. Kau bias mengekspresikan segala hal disana. Seperti kantong ajaib Doraemon yang bias mengeluarkan benda apa saja.Kau bebas berekspresi disana. Kelas itu seperti sebuah kumpulan alat music. Ada banyak warna, nada dan rasa disana. Seperti dalam pertunjukan instrumental dimana kau harus memadukannya maka inilah kerja kelas sebenarnya. Menyatukan berbagai rasa dan nada kedalam suatu harmonisasi yang indah. Dan disinilah kerja guru sebenarnya sebagai seorag maestro yang memimpin sebuah pertunjukan. Peran guru disini bukan hanya menderang apakah ada nada yang sumbang. Namun, harus bias mendengar, melihat, dan merasa. Mendengar apakah music yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Merasa apakah music itu sudah sampai ketahap yang bukan hanya indah namun dapat menghanyutkan dan memberi makna lebih. Melihat apakah proses yang dijalani sudah benar. Apakah keindahan itu adalah sebuah kebetulan atau memang harmonisasi yang diciptakan memang tersistem seperti itu. Remaja itu bebas dan lepas seperti alat music yang baru. Suara dan rasanya fresh dan kencang. Kadang terdengar lirih namun terkadang sangat berisik dan keras. Suara yang dinamis itulah yang harus disatukan. Semakin dinamis suara yang dihasilkan maka semakin indah harmonisasi yang akan diciptakan. Seperti sebuah pertunjukan orkestra setiap alat akan mengambil bagiannya untuk mengindahkan suatu pertunjukan. Seperti yang dijelaskan diatas seorang guru adalah orang yang paling peka dan harus bisa membaca situasi. Jika ada harmoni yang kurang bisa mengikuti alur lagu maka harus bisa membuat harmoni yang lain menutupinya. Karena pada dasrnya untuk menciptakan harmonisasi yang indah harus ada dinamisasi nada yang beragam baru bisa menciptakan suara yang bukan hanya indah dan enak didengar namun enak dilihat dan bermakna serta meninggalkan kesan yang mendalam. Itulah guru impian. guru sebagai orang yang memimpin kelas dalam hal pencapaian suatu nilai kebersamaan. Bahwa ada hal yang lebih penting dari sekedar materi edukasi yang formal. Namun, sebuah proses pembelajaran dimana nilai moral ditanamkan secara bersama dan disepakati bersama.Tentu banyak hal yang diharapkan dari seorang guru. Ada criteria guru favorit dan ada criteria guru yang killer. Seperti sistem lama dibenci atau disukai. Dan kita sudah tahu jawabannya. Guru itu bukan hanya pintar secara materi namun yang terpenting adalah pengelolaan emosi dirinya sebagai seorang guru dan bagaimana menempatkan diri dalam lingkup kelas. Bukan hanya dapat menyegarkan dan menghidupkan suasana kelas. Guru disini juga harus membuat setiap siswa merasa rindu untuk kembali kesekolah. Khamsamhamnida

Selasa, 21 Desember 2010

eyesenk

TUGAS MAKALAH Mata Kuliah Psikologi Kepribadian II Kelas C Kelompok : Afifah Nuraini 110911162 Mitchaelly Anisszahra 110911202 Novita Dwi Pwedany 110911207 Hetty Sulistyo W 110911208 Andini Regina F P 110911217 Merlinda Dyah 111011120 I. Sejarah Kehidupan Hans Jürgen Eysenck, pria kelahiran Berlin 4 Maret 1916 ini adalah seorang psikolog yang menggunakan pendekatan behaviorisme dalam melihat kepribadaian manusia. Meskipun Eysenck seorang behavioris, namun ia lebih cenderung melihat perbedaan kepribadian melalui faktor keturunan atau genetika, maka tak heran jika banyak teori yang dihasilkannya didasarkan pada fisiologi dan genetika. Kedua orangtua Eysenck yang berasal dari kalangan selebritis berharap besar kelak Eysenck akan menjadi seorang aktor. Namun sayang karena kedua orangtuanya bercerai, Eysenck kecil yang berusia dua tahun harus tinggal bersama neneknya. Ketika Nazi berkuasa di Jerman, Eysenck yang merasa tidak senang dengan rezim Nazi memilih pindah ke Inggris setelah tamat SMU, kemudian melanjutkan studinya di University College London hingga ia mendapat gelar Ph.D. dalam bidang psikologi. Selama Perang Dunia II, Eysenck bertugas di sebuah rumah sakit jiwa Mill Hill Emergency Hospital yang merawat sebagian besar pasien dari kalangan militer. Keadaan yang membuat rumah sakit ini berkembang dengan pesat dalam bidang psikiatri sosial. Setelah Perang Dunia II usai, Eysenck mengajar psikologi di almamaternya, dan diangkat sebagai direktur Departemen Psikologi pada Lembaga Psikiatri, yang meliputi Mansley Hospital dan Bethlem Royal Hospital; dan di tempat- tempat inilah beliau banyak melakukan riset. Eysenck diundang ke Amerika Serikat untuk menjadi dosen tamu di Universitas Pensyllvania selama 5 tahun sejak 1949. Pada musim panas 1954, Eysenck mengajar di Universitas California. Pada tahun ini pula ia diangkat sebagai guru besar psikologi di University College London. Oleh para pengkritiknya, Eysenck sering dianggap sebagai seorang yang serba bisa dan ahli membuat teori (meskipun banyak juga teori yang didukung oleh hasil penelitiannya). Nampak kesamaan corak dalam rumusan theoretic-nya dengan karya ahli- ahli tipologi Eropa daratan seperti Jaensch, Jung, Kraeplin dan Kretschmer. Sebagai penulis, Eysenck sangat produktif, George Boeree ―dalam Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia― mengatakan, Eysenck telah menulis 75 buku dan lebih dari 700 artikel. Sebagian buku hasil goresan pena Eysenck yang terpenting antara lain Dimension of Personality (1947), The Scientific Study of Personality (1952) dan The Structure of Human Personality (1953). Eysenck adalah seorang ahli teori biologi dan hal ini membuatnya terinspirasi untuk melakukan penelitian pada komponen-komponen biologis dari kepribadian. Dia mengatakan bahwa intelegensi merupakan sesuatu yang diturunkan sejak lahir. Ia juga memperkenalkan konsep ekstroversi (introversi-ekstraversi) dan neurotisme (neurotik-stabil) sebagai dua dimensi dasar kepribadian. Dia percaya bahwa karakteristik kepribadian dapat diuraikan berdasarkan dua dimensi tersebut, yang disebutnya dengan "Supertraits". Pensiun pada 1983, Eysenck terus berkarya hingga beristirahat dengan tenang di London, 4 September 1997 pada usia 81 tahun. II. Prinsip Dasar Teori Eysenck sebagian besar didasarkan pada fisiologis dan genetika. Walaupun dia adalah seorang behaviorist yang lebih menekankan perilaku yang dipelajari, namun dia menganggap perbedaan kepribadian lebih disebabkan oleh faktor keturunan. Oleh karena itu dia sangat tertarik pada persoalan temperamen. Eysenck berpendapat dasar umum sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam bentuk tipe dan trait. Namun dia juga berpendapat bahwa semua tingkah laku dipelajari dari lingkungan. Menurutnya kepribadian adalah keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun potensial dari orgnisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Pola tingkah laku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama yang mengorganisir tingkah laku; sektor kognitif (intelligence), sektor konatif (character), sektor afektif (temperament), dan sektor somatik (constitution). Corak yang khas pada pendapat Eysenck ini dinyatakannya secara eksplisit tentang “faktor somatic”. Perhatian nya terhadap faktor konstitusional ini timbul dari pengalaman praktis, dimana dalam tugasnya Eysenck sering menggunakan tubuh sebagai variable kepribadian yang relevan. Hal yang sentral dalam pandangan Eysenck mengenai tingkah laku adalah pengertian sifat (trait) dan tipe (type). Dia memberi definisi sifat sebagai sebuah kecenderungan tindakan individu yang dapat diamati. Sedangkan tipe didefinisikan sebagai sebuah sindrome sifat yang dapat diamati. Jadi tipe lebih luas daripada sifat, dan mencakup sifat sebagai komponennya. Eysenck juga seorang psikolog peneliti. Salah satu metode yang ia pakai adalah teknik statistik yang disebut analisis faktor. Teknik ini menyaringkan beberapa aspek dari sekian banyak data yang terkumpul. Dalam penelitiannya Eysenck menemukan dua dimensi temperamen : neurotisme dan ekstraversi-introversi. III. Struktur H.J.Eysenck mempunyai pendapat yaitu banyak para ahli-ahli teori kepribadian yang terlalu banyak mengemukakan variable-variable yang kompleks dan tidak jelas. Lalu Eysenck mengkombinasikan pendapatnya dengan analisisnya, yaitu analisis faktor. Analisis faktornya telah menghasilkan sistem kepribadian yang ditandai dengan adanya sejumlah kecil dimensi-dimensi pokok yang didefinisikan dengan teliti dan jelas, yaitu sebagai berikut : 1. Kepribadian Menurut Eysenck kepribadian adalah kepribadian adalah jumlah-total dari aktual atau potensial-pola perilaku organisme yang ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. itu berasal dan berkembang melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama di mana pola-pola perilaku atau sektor konatif (karakter), sektor afektif (temperamen), dan sektor somatic (konstitusi). Corak yang paling khas pada pendapat Eysenck ini adalah dinyatakannya secara eksplisit tentang faktor somatic. Faktor konstitusional ini ada karena pengalaman praktis, dimana Eysenck sering menggunakan tubuh sebagai variable kepribadian yang relevan. Pendapat pandangan Eysenck yang luas dan menyeluruh banyak mengandung persamaan dan penyesuaian dengan pendapat Allport. Hans Eysenck menyatakan bahwa kepribadian dapat digambarkan berdasarkan pada tiga faktor fundamental: psychoticism (sifat-sifat antisosial seperti kekejaman dan penolakan terhadap kebiasaan sosial), introvert-keterbukaan, dan emosionalitas-stabilitas (juga neurotisisme disebut). Eysenck juga merumuskan kuadran berdasarkan memotong sumbu emosional-stabil dan introvert-ekstrovert. Pandangan Eysenck mengenai tingkah laku adalah pengertian-pengertian sifat (trait) dan tipe (type). Suatu sifat hanyalah suatu keajegan yang nampak diantara kebiasaan- kebiasaan atau tindakan-tindakan yang diulangi daripada subyek. 2. Struktur Kepribadian Eysenck berpendapat bahwa kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan, disposisi-disposisi yang terorganisasi dalam susunan hirarkis berdasarkan umumnya dan kepentingannya. Diurut dari yang paling tinggi dan paling mencakup ke yang paling renadah dan paling khusus adalah : • Type • Trait • Habitual response • Specific response Keempat macam deskripsi mengenai kepribadian ini bersangkutan dengan keempat macam faktor dalam analisis faktor, yaitu : • Type bersangkutan dengan general factor, • Traits bersangkutan dengan group (common) factor, • Habitual response bersangkutan dengan special (specific) factor, • Specific response bersangkutan dengan error factor. Demikian juga dalam bidang kognitif atau intelektual terdapat organisasi yang hirarkis, yaitu : • Ideology • Attitude • Habitual opinion • Specific opinion Dijelaskan sebagai berikut : - Specific response adalah tindakan atau response yang terjadi pada suatu keadaan atau kejadian tertentu, sangat khusus. - Habitual response mempunyai corak yang lebih umum daripada specific response, yaitu response-response yang berulang-ulang terjadi kalau individu meghadapi kondisi atau situasi yang sejenis. - Trait adalah sementara habitual response yang paling berhubungan satu sama kain yang cenderung ada pada individu tertentu. - Type adalah organisasi di dalam individu yang lebih umum , lebih mencakup lagi. 3. Sifat-sifat Kepribadian Eysenck membuat definisi traits hanya sedikit sekali. Perhatian pokoknya tertuju pada dimensi-dimensi dasar atau tipe-tipe kepribadian. Menurut Eysenck, sifat itu harus didefinisikan secara operasional atau disertai prosedur pengukuran tertentu. Adapun kegunaan sifat itu pertama-tama dapat dikemukakan pada peranannya untuk membuat identifikasi dimensi-dimensi daar atau tipe-tipe kepribadian, dan kedua pada pencandraan mengenai tipe-tipe kepribadian itu, sebab pada dasarnya pencandraan mengenai tipe-tipe dilakukan dengan membuat pencandraan yang teliti mengenai sifat-sifat. 4. Tipe-tipe Kebribadian Riset Eysenck dapat dilihat bahwa diarahkan kepada suatu tujuan utama, yaitu menemukan dimensi-dimensi primer dari kepribadian yang akan memungkinkan penyusunan tipologi yang cukup baik. Pokok dari hasil penyelidikannya adalah ; • Orang-orang yang introversi (neurotis) memperlihatkan kecenderungan untuk mengembangkan gejala-gejala ketakutan dan depresi, ditandai oleh kecenderungann obsesi mudah tersinggung, apati, saraf otonom mereka labil. Menurut pernyataan mereka sendiri mereka gampang terluka, mudah gugup, rendah diri, mudah melamu, dan sukar tidur. • Orang-orang yang ekstraversi (neurotis) memperlihatkan kecenderungan untuk mengembangkan gejala-gejala histeris. Selanjutnya mereka terlihat sedikit energy, perhatian yang sempit, sejarah kerja yang kurang baik, hypochondris. Menurut penyataan mereka sendiri mereka gagap, mudah kecelakaan, sering sakit, tak puas, dan merasa sakit-sakitan. Eysenck menduga, bahwa faktor-faktor keturunan memgang peran dalam hal “neuroticism” namun hasil penyelidikanny atidak menunjukkan hasil yang significan. Oleh karena itu, sesuai dengan rangka pikirannya mengenai struktur kepribadian, dia mengemukakan bahwa intelegensi adalah faktor ‘G’ pada aspek kognitif, ekstraversi-introversi itu faktor ‘G’ pada aspek afektif, maka neuroticism adalah faktor ‘G’ dalam aspek konatif. Jadi neuroticism sedikit banyak merupakan ketidaksempurnaan dalam kemampuan atau ketepatan pada perubahan bermotif. Jadi hasil akhir dari penyelidikan Eysenck adalah diketemukannya tiga dimensi dasar atau tipe kepribadian, yaitu; introversi – ekstraversi, neuroticism, dan psychoticism. Dipandang dari segi perumusan teoritis, mungkin Eysenck tidak begitu banyak yang diberikan, akan tetapi dipandang dari segi metodologis sumbangannya sangat besar. Banyak perumusan teoritis yang ada sebelumnya di uji kebenarannya. Jasa Eysenck dalam perkembangan psikologi sosial adalah sangat besar, yang sekaligus membawa pandangan baru dalam cara pendekatan lapangan. IV. Dinamika Kepribadian TIPE Eysenk menemukan dan mengelaborasi tiga tipe –E,N,P- tanpa menyatakan secara eksplisit peluang untuk menemukan dimensi yang lain pada masa yang akan datang. Namun dari pendekatan metodologik yang sangat terbuka, dimana Eysenk menyerap berbagai konsep dari banyak pakar, terkesan penambahan dan penyempurnaan terhadap teorinya sebagai sesuatu yang wajar. Neurotisme dan Psikotisme itu bukan sifat patologis,walau tentu individu yang mengalami gangguan akan memperoleh skor yang ekstrim. Tiga dimensi itu adalah bagian normal dari struktur kepribadian. Semua bersifat bipolar; ekstraversi lawan introversi, neurotis lawan stabilita, psikotisme lawan fungsi superego. Semua orang berada dalam rentang bipolar itu mengikuti kurva normal, sebagian besar orang berada ditengah-tengah polarisasi, semakin mendekati titik ekstrim jumlahnya semakin sedikit. 1. EKSTRAVERSI – INTROVERSI Apa yang ingin dikatakan Eysenck dengan istilah ini sangat mirip dengan istilah yang sama dengan Jung, dan juga mirip dengan pengertian awam kita tentang kedua kata ini : orang pemalu, pendiam “lawan” orang yang periang dan suka berbicara. Sifat-sifat seperti ini tentu bisa kita temukan dalam diri setiap orang. Namun penjelasan secara fisiologis belum tentu semudah yang kita bayangkan selama ini. Dalam hipotesisnya, Eysenck menyatakan bahwa ekstraversi-introversi adalah masalah keseimbangan antara “kesabaran” dan “semangat” yang terdapat dalam otak. Gagasan ini mirip dengan yang dikemukakan Pavlov untuk menjelaskan perbedaan reaksi anjing-anjingnya ketika mengalami stres. Semangat adalah “bangkitnya” otak, menanggapi tanda bahaya, mempelajari situasi dan kondisi. Kesabaran adalah “penenangan diri” yang dilakukan otak, apakah itu dalam pengertian rileks dan tidur, maupun dalam pengertian melindungi dirinya dari keadaan yang tidak menguntungkan. Menurut Eysenck, orang ekstravert memiliki kendali diri yang kuat. Ketika dihadapkan pada rangsangan-rangsangan traumatik – seperti tabrakan mobil – otak ekstravert akan menahan diri, artinya dia tidak akan “mengacuhkan” trauma yang dialami dan karenanya tidak akan terlalu teringat dengan apa yang telah terjadi. Setelah mengalami kecelakaan mobil, orang ekstravert mungkin akan “melupakan” apa yang dialaminya dan meminta orang lain agar berhati-hati mengendarai mobil. Karena orang ini tidak terlalu merasakan dampak kejadian itu, sehingga bisa jadi keesokan harinya dia sudah siap mengendarai mobil lagi. Sebaliknya, orang introvert memiliki kendali diri yang buruk. Ketika mengalami trauma, seperti kecelakaan mobil tadi, otaknya tidak terlalu sigap melindungi diri dan “berdiam diri”, akan tetapi malah membesar-besarkan persoalan dan mempelajari detail-detail kejadian sehingga orang lain dapat mengingat apa yang terjadi dengan sangat jelas. Mereka bisa menceritakan kejadian itu bagaikan “gerak lambat” dalam film. Mereka baru mau mengendarai mobil setrelah beberapa lama, bahkan ada yang tidak berani sama sekali. Sekarang bagaimana hal ini bisa melahirkan sifat pemalu. Mari kita bayangkan orang ekstravert dan introvert yang sama-sama dalam keadaan mabuk, yang mencopoti seluruh pakaian mereka, dan kemudian menari di atas meja bar dalam keadaan telanjang. Keesokan harinya, orang yang ekstravert akan bertanya pada Anda apa yang terjadi dan dimana pakaiannya. Setelah Anda beritahu apa yang terjadi dan dimana pakaiaannya Anda taruh, dia tertawa dan langsung membuat janji kapan akan mengadakan pesta minum-minum lagi. Di lain pihak, orang yang introvert akan selalu mengenang kejadian memalukan ini dan mungkin tidak akan pernah ikut pesta lagi. Salah satu penemuan menarik Eysenck adalah bahwa pelaku tindak kejahatan dengan kekerasan biasanya adalah orang ekstrovert non-neurotistik. Pendapat ini dengan mudah dipahami kalau Anda mau sedikit merenungkannya. Tentu orang yang sangat pemalu dan selalu mengingat seluruhapa yang dialaminya secara detail tidak akan mengulangi tindakan-tindakan yang memalukan, seperti melakukan kejahatan. Namun begitu, kita juga harus paham bahwa ada berbagai macam kejahatan selain kejahatan yang bisa dilakukan orang introvert dan neurotik. Penyebab utama perbedaan antara ekstraversi dan introversi adalah tingkat keterangsangan korteks (CAL = Cortical Arousal Level), kondisi fisiologis yang sebagian besar bersifat keturunan. CAL adalah gambaran bagaimana korteks merealisasi stimulus indrawi. CAL tingkat rendah artinya korteks tidak peka, reaksinya lemah. CAL tinggi korteks mudah terangsang untuk bereaksi. Orang yang ekstravers CAL-nya rendah sehingga banyak membutuhkan rangsangan indrawi untuk mengaktifkan korteksnya. Sebaliknya introvers CAL-nya tinggi, dia hanya membutuhkan rangsangan sedikit untuk mengaktifkan korteksnya. Jadilah orang yang introvers menarik diri, menghindar dari riuh-rendah situasi disekelilingnya yang dapat membuatnya kelebihan rangsangan. 2. NEUROTISME Neurotisisme adalah istilah yang diberikan Eysenck untuk dimensi yang mencakup mulai dari orang-orang normal, ramah dan biasa-biasa saja sampai orang-orang yang agak sedikit “gugup”. Penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang gugup ini cenderung lebih banyak mengalami “gangguan kegugupan” yang biasa kita sebut neurosis. Inilah alasannya kenapa dimensi inidinamai neurotisisme. Namun begitu, kita harus ingat bahwa Eysenck menganggap orang yang skor neurotisismenya tinggi belum tentu neurotik – disini dia hanya ingin mengatakan bahwa orang-orang ini lebih mudah terserang persoalan-persoalan neurotik. Eysenck yakin bahwa data-data kepribadian seseorang pasti berkisar antara titik normal sampai titik neurotisism, maka inipun berlaku untuk temperamen. Artinya, temperamen punya akar genetik dan dimensi kepribadian yang terkait dengan aspek fisiologis seseorang. Oleh karena itu, dia beralih pada riset-riset fisiologis untuk menemukan penjelasan-penjelasan yang memungkinkan. Neurotisme-stabiliti mempunyai komponen hereditas yang kuat. Eysenk melaporkan beberapa penelitian yang menemukan bukti dasar genetik dari trait neurotik, seperti gangguan kecemasan, hysteria, dan obsesif kompulsif. Ada keseragaman antara orang kembar identik lebih dari kembar fraternal dalam hal jumlah tingkah laku antisocial dan asosial seperti kejahatan orang dewasa, tingkah laku menyimpang pada masa anak-anak, homoseksualitas dan alkoholisme. Orang yang skor neurotiknya tinggi sering mempunyai kecenderungan emosional yang berlebihan dan sulit kembali normal sesudah emosinya meningkat. Mereka sering mengeluh dengan symptom fisik, seperti sakit kepala, sakit pinggang dan permasalahan yang kabur seperti khawatir dan cemas. Namun neurotisisme bukan neurosis dalam arti umum. Orang bisa saja mendapatkan skor neurotisismeyang tinggi tetapi tetap bebas dari symptom gangguan psikologis. Menurut Eysenk, skor neurotisisme mengikuti model stress-diatesis skor N tinggi lebih rentan untuk terdorong mengembangkan gangguan neurotik dibanding dengan skor N rendah, ketika menghadapi situasi yang menekan. Dasar bilogis dari neurotisisme adalah kepekaan reaksi system syaraf otonom ( ANS = Automatic Nervous SystemReactivity). Orang yang kepekaan ANS-nya tinggi, pada kondisi lingkungan yang wajar sekalipun sudah merespon secara emosional sehingga mudah mengembangkan gangguan neurotik. Neurotisisme dan ekstraversi dapat digabung dalam bentuk hubungan CAL dan ANS dan dalam bentuk garis ordinat. Kedudukan pada setiap orang pada bidang dua dimensi itu tergantung pada tingkat ekstraversi dan tingkat neurotisismenya. Orang introvert-neurotik atau orang yang memiliki CAL dan ANS tinggi orang tersebut cenderung memiliki symptom kecemasan, depresi, fobia dan obsesi impulsive yang oleh Eysenk disebut mengidap gangguan psikis tingkat pertama (disorder of the first kind). Orang ekstravers neurotik atau yang mamiliki CAL rendah dan ANS tinggi cenderung psikopatik, kriminal, delingkuen atau mengidap gangguan psikis tingkat dua ( disorder of the second kind ). Orang normal yang introvers : tenang, berfikir dalam, dapat dipercaya. Orang yang normal ekstravers : riang, responsive, senang berbicara/bergaul Disini yang harus dilihat adalah sistem saraf simpatetik. Sistem ini merupakan bagian dari sistem saraf otonom yang cara kerjanya terpisah dari sistem saraf pusat dan mengatur hampir seluruh respon emosional kita terhadap situasi-situasi darurat. Sebagai contoh, ketika ada sinyal dari otak kepada sistem syarat simpatetik ini, dia akan memerintahkan hati untuk mengeluarkan gula untuk energi, yang menyebabkan melambatnya sistem digestif, yang akan membuka pupil mata, mendirikan bulu-bulu di sekujur tubuh (bulu roma), dan memerintahkan adrenal untuk mengeluarkan cairan adrenalin (epinephrine). Cairan adrenalin ini kemudian merangsang fungsi tubuh dan mempersiapkan otot untuk bertindak. Secara tradisional, cara kerja sistem syaraf simpatetik ini dijelaskan dengan mengatakannya sebagai saraf yang memerintahkan kita untuk “maju terus pantang mundur” atau “ambil seribu langkah”. Eysenck mempunyai hipotesis bahwa ada orang yang memiliki sistemsaraf simpatetik yang lebih responsif dibanding orang lain. Ada orang yang tetap tenang ketika suasana kacau-balau dan darurat; ada orang yang gemetar dan menggigil walau hanya terjadi kejadian kecil. Untuk kasus yang terakhir, dia mengatakan bahwa orang-orang ini punya masalah hiper-aktivitas simpatetik. Mereka inilah yang paling rentan terkena gangguan neurotik. Barang kali gejala neurotik paling “mendasar” adalah kepanikan. Eysenck mengatakan bahwa kepanikan itu seperti feedback positif yang bisa muncul ketika Anda menempatkan mikrofon terlalu dekat dengan speaker. Suara lemah yang masuk ke mic diteruskan dan diperkuat lewat amplifier kemudian dikeluarkan lewat speaker, lalu masuk lagi ke mic, diteruskan dan diperkuat lagi lewat amplifier, keluar lagi dari speaker dan masuk lagi ke mic., begitu seterusnya, sehingga menciptakan suara gaduh dan mendenging. Kepanikan juga terjadi dengan pola yang sama dengan feedback positif diatas. Anda mungkin hanya sekali takut terhadap sesuatu – menyeberangi jembatan kayu, misalnya. Hal ini kemudian merangsang sistem saraf simpatik Anda bekerja. Itulah yang membuat anda gugup. Kegugupan ini semakin menstimulasi sistem saraf Anda dan membuat Anda semakin gugup. Semakain Anda gugup, semakin besar rangsangan yang diterima sistem saraf sempatetik Anda. Anda pun bisa mengatakan bahwa orang neurotistiksebenarnya lebih menanggapi rasa paniknya sendiri ketimbang hal yang ditakutinya. NEOROTISISME DAN EKSTRAVERSI – INTROVERSI Masalah lain yang diselidiki Eysenck adalah interaksi antara kedua dimensi tadi dan apa pengaruhnya terhadap persoalan-persoalan psikologis. Dan menemukan, misalnya, bahwa orang yang mengalami gangguan fobia dan obsesif-kompulsif biasanya adalah orang yang introvert, sementara orang yang mengalami gangguan keseimbangan mental (misalnya, paralisis histerikal) atau gangguan ingatan (misalnya amnesia) biasanya adalah orang ekstravert. Dia menjelaskan begini: orang neurotistik akut sangat peka terhadap hal-hal yang menakutkan. Kalau orang ini introvert, mereka akan belajar menghindari situasi yang menyebabkan kepanikan itu secepat mungkin, bahkan ada yang langsung panik walaupun situasinya belum terlalu gawat – orang inilah yang mengidap fobia. Sementara orang introvert lainnya akan mempelajari perilaku-perilaku yang dapat menghilangkan kepanikan mereka, seperti memeriksa sesuatunya berulang kali atau mencuci tangan berulang kali karena ingin memastikan tidak ada kuman yang akan membuat mereka sakit. Sebaliknya, orang neurotistik yang ekstravert akan mengabaikan dan cepat melupakan hal-hal yang menakutkan mereka. Mereka memakai mekanisme pertahanan klasik, seperti penolakan dan represi. Mereka dengan mudah akan melupakan, misalnya akhir pekan yang buruk. Dimensi Ekstravers – Neurotisme dengan CAL (Cortical Arousal Level) dan ANS (Automatic Nervous System Reactivity) Neurotisme Introversi Ekstraversi Stabilitas Subyek Dimensi CAL ANS Simptom (C) Introver-Stabilita Tinggi Rendah Normal introvers (A) Introver Neurotik Tinggi Tinggi Gangguan psikis tingkat pertama (D) Ekstravers-Stabilitas Rendah Rendah Normal ekstravers (B) Ekstravers-Neurotik Rendah T inggi Gangguan psikis tingkat kedua Menurut Eysenck dan Gudjonsson, ada korelasi negatif antara androgen (tertosterone) dengan CAL. Semakin tinggi androgen akan semakin rendah CAL. Akibatnya akan muncul sifat-sifat maskulinitas, seperti tingkah laku agresif. Secara hipotesis, hormone androgen menjadi mediator hubungan antara CAL yang rendah dengan perilaku kriminalitas. Kecerdasan Seperti tiga dimensi yang lain, kecerdasan lebih banyak dipengaruhi oleh keturunan. Namun penelitian belum dapat mengelaborasi faktor kecerdasan dengan keseluruhan kepribadian manusia. 3. PSIKOTISME Eysenck sadar bahwa populasi data yang digunakan dalam penelitiannya terlalu luas dan global. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan dari sekian banyak populasi data itu ada yang sebenarnya tidak patut dia pilih. Maka dia pun mulai melakukan penelitian pada rumah sakit jiwa yang ada di Inggris. Ketika fakto data-data dari lembaga ini mulai dianalisis, faktor ketiga yang mulai dianalisis pun muncul, yang dia sebut psikotisisme. Sebagaimana halnya neurotisisme, orang psikotisistik bukan berarti mengidap psikotik., akan tetapi hanya memperlihatkan beberapa gejala yang umumnya terdapat pada diri orang-orang psikotik. Walaupun begitu, kemungkinan untuk jatuh ke kondisi psikotik sangat terbuka, tergantung berada di lingkungan mana orang itu berada. Orang yang psikotisme-nya rendah memiliki trait merawat/baik hati, hangat, penuh perhatian, akrab, tenang, sangat social, empatik, kooperatif dan sabar, dan sebaliknya jika tinggi. Psikotis mempunyai unsure genetik yang besar. Tiga dimensi kepribadian yaitu 75% bersifat herediter dan 25% menjadi fungsi lingkungan. Psikotis mengikuti model stress-diatesis. Orang yang variable psikotisnya tinggi tidak harus psikotik, tetapi mereka mempunyai predisposisi untuk mengidap stress dan mengembangkan gangguan psikopatik. Pada masa orang hanya mengalami stress yang rendah , skor P yang tinggi mungkin masih bisa berfungsi normal, tapi ketika mengalami stress berat, orang menjadi psikopatik yang ketika stres yang berat itu sudah lewat, fungsi normal kepribadian sulit untuk diraih kembali. Ada berbagai gejala yang biasanya ditemukan pada diri orang-orang psikotisistik, diantaranya adalah tidak punya daya respon, tidak memperdulikan kebiasaan yang lumrah berlaku dan ekspresi emosional yang tidak sesuai dengan kebiasaan. Inilah yang menyebabkan orang-orang ini disisihkan dari orang-orang normal dan harus tinggal di lembaga-lembaga yang mengurusi orang dengan gangguan mental akut. PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN Teori kepribadian Eysenck menekankan peran herediter sebagai faktor penentu dalam perolehan trait ekstraversi, neurotisme, psikotisme dan juga kecerdasan. Hal tersebut didasarkan pada bukti hubungan korelasional antara aspek biologis seperti CAL dan ANS dengan dimensi-dimensi kepribadian. Namun Eysenck berpendapat bahwa semua tingkah laku yang nampak, dipelajari oleh lingkungan. Eysenck juga berpendapat bahwa inti fenomena neurotis adalah reaksi takut yang dipelajari (terkondisikan). Hal itu terjadi ketika ada satu atau dua stimulus netral diikuti dengan perasaan sakit/nyeri fisik maupun psikologis. Kalau traumanya sangat keras dan mengenai seseorang yang faktor hereditasnya rentan menjadi neurosis, maka bisa membuat orang itu mengembangkan reaksi kecemasan dengan kekuatan yang besar dan sukar berubah (diatesis stress model). Ketakutan/kecemasan selain dipicu oleh obyek atau peristiwa asli juga dipicu oleh stimulus lain yang mirip oleh stimulus asli atau stimulus yang dianggap berkaitan dengahn stimulus asli. Mekanisme perluasan stimulus ini mengikuti Prinsip Generalisasi Stimulus dalam paradigma behaviorisme. Setiap kali orang menghadapi stimulus yang membuatnya merespon untuk mengurangi kecemasan, orang itu menjadi terkondisi perasaan takut/cemasnya dengan stimuli yang baru saja dihadapinya sehingga kecenderungan orang untuk merespon dengan tingkah laku neurotik semakin lama semakin meluas. Eysenck menolak analisis psikodinamik yang memandang tingkah laku neuritik dikembangkan untuik mengurangi kecemasan. Menurutnya, tingkah laku neurotik sering dikembangkan tanpa alasan yang jelas, sering menjadi kontraproduktif, semakinmeningkatkan kecemasan dan bukan menguranginya. Eysenck memilih model terapi tingkah laku, atau metoda menangani tekanan psikologis yang dipusatkan pada pengubahan tingkah laku yang salah seseuai alih-alih mengembangkan pemahaman mendalam terhadap konflik di dalam jiwa. STUDI KASUS VERRY IDHAM HENIANSYAH Very Idham Henyansyah, atau dikenal dengan panggilan Ryan (lahir di Jombang, 1 Februari 1978; umur 32 tahun) adalah seorang tersangka pembunuhan berantai di Jakarta dan Jombang. Kasusnya mulai terungkap setelah penemuan mayat termutilasi di Jakarta. Setelah pemeriksaan lebih lanjut, terungkap pula bahwa Ryan telah melakukan beberapa pembunuhan lainnya dan dia mengubur para korban di halaman belakang rumahnya di Jombang. Kasus ini dimulai dengan ditemukannya tujuh potongan tubuh manusia di dalam dua buah tas dan sebuah kantong plastik di dua tempat di dekat Kebun Binatang Ragunan, Jakarta Selatan pada Sabtu pagi tanggal 12 Juli 2008. Korban adalah Heri Santoso (40), seorang manager penjualan sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Heri dibunuh dan dimutilasi tubuhnya oleh Ryan di sebuah apartemen di Jalan Margonda Raya, Depok. Pengakuan Ryan, dia membunuh Heri karena tersinggung setelah Heri menawarkan sejumlah uang untuk berhubungan dengan pacarnya, Noval (seorang laki-laki). Jejak Ryan dan Noval dapat terlacak setelah mereka berdua menggunakan kartu ATM dan kartu kredit Heri untuk berfoya-foya. Setelah media memberitakan kasus mutilasi yang dilakukan Ryan, banyak masyarakat melaporkan kerabat mereka yang hilang setelah sebelumnya diketahui bersama Ryan. Polisi akhirnya membongkar bekas kolam ikan di belakang rumah orang tua Ryan di Jombang dan menemukan empat tubuh manusia di dalamnya, sebagian besar sudah tinggal kerangka. Ryan kemudian juga mengakui pembunuhan enam orang lainnya dan tubuh mereka ditemukan ditanam di halaman belakang rumah yang sama. Sehingga total sudah ditemukan sebelas korban pembunuhan Ryan. Eysenck mengatakan bahwa salah satu karakteristik orang ekstrovert diantaranya risk-taking, yaitu senang hidup di dalam bahaya dan mencari pekerjaan yang memberikan imbalan yang baik dengan hanya sedikit menghiraukan konsekuensi yang merugikan keselamatan dan keamanannya, mereka cenderung nampak lebih hebat, menjadi pihak yang benar, dihormati, disetujui oleh orang-orang yang terpilih, seringkali menentang otoritas dan tidak mau kalah, kelebihan berargumen secara verbal menjadi pelengkap sifat tidak mau kalah dan pikiran logis mereka. Individu dengan kepribadian estrovert kerap menuntut banyak; jika mereka ditentang, mereka seringkali menjadi agresif; karena sifat alamiah mereka yang mengintimidasi dan sikapnya yang arogan. Orang ekstrovert cenderung menyatakan pendapatnya dengan agresif pada siapa saja yang merintangi jalan mereka. Pada contoh kasus diatas, menurut pengakuan Ryan, dia membunuh Heri karena tersinggung setelah Heri menawarkan sejumlah uang untuk berhubungan dengan pacarnya, Noval (seorang laki-laki). Hal ini sesuai dengan teori Eysenck yang menyebutkan bahwa salah satu ciri orang ekstrovert. Jika mereka ditentang, mereka seringkali menjadi agresif; karena sifat alamiah mereka yang mengintimidasi dan sikapnya yang arogan. Daftar Pustaka E-psikologi. (2010). Mengenal Beberapa Tokoh Psikologi. Diakses pada tanggal 19 November 2010 dari http://www.e-psikologi.com/epsi/tokoh_detail.asp Pervin. Lawrence A. dan Cervone. Daniel dkk, (2010). Psikologi Keoribadian Teori dan Penelitian. Jakarta: Kencana Suryabrata, S., (2010). Psikologi Kepribadian. Jakarta: RajaGrafindo Persada Wikipedia. (2010). Hans Eysenck. Diakses pada tanggal 19 November 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/ Hans_Eysenck

Kamis, 25 November 2010

kita akan mulei ngepost FF

Anneyong ne FF untuk konsumsi pribadi

shieeza abu-abu___

Ikatan Apa kau tau apa itu ikatan? Kata yang sering terucap dari sepasang daging yang kita sebut bibir. Apa kau tau rasanya? Jika iya beritahu padaku..Tolong katakan bagaimana rasanya. Karena aku tidak dapat merasakannya seperti saat aku menghela udara. Bingungkah kau dengan apa yang ku katakan. Apakah kau berfikir aku tak pernah merasakannya. Kau salah aku merasakannya seperti udara yang ku hirup. Tapi tak bisa ku tangkap. Rasanya seperti enangkap sebuah bintang bisa kau rasa indahnya tapi tak dapat kau jangkau. Apa kau bisa menangkap ikatan? Jika iya beritahu aku bagaimana caranya..Cara menyimpan ikatan agar dia tidak lari. Karena aku lelah mengejarnya. Rasanya seperti mengejar angin yang bahkan tidak bisa kulihat. Kau tau dimana letak sebuah ikatan? Jika iya beritahu aku dimana dia berada. Aku ingin menemuinya dan berbicara padanya tentang banyak hal. Karena aku letih mencarinya . Rasanya Seperti mencari seorang tokoh fiktif dan kau tidak tahu itu nyata atau hanya imanjinasi. Kau tahu aku juga punya ikatan. Kau benar sebuah ikatan darah.. Benda cair itu menjadi bagian hidupku. Selama bertahun-tahun ku hidup dengan ikatan sempurna..Ya itu pendapatku. Sampai kurasa memang tidak ada yang sejati didunia ini. Semua sudah terukur. Kau tahu betapa sakit hatiku bahwa hal yang kupercayai adalah sebuah doktrin bodoh yang hanya mengurung kebenaran. Kata ibu aku begitu sederhana memandang dunia. Dan di dunia tidak akan ada ketulusan. Kata itu membuatku terbangun dari sebuah fatamorgana kehidupan. Jadi, yang membuatku bahagia hanya sebuah fatamorgana. Lalu apa bedanya aku dengan sebuah kaktus yang sebenarnya tidak akan pernah mendapatkan air. Kau tahu saat itu aku ingin sekali menjadi orang yang bodoh. Ingin kututup semua hal yang bisa membuatku mendengar, berkata, melihat dan merasa dan semua hal yang membuatku cerdas. Aku ingin selamanya tidak mengetahui segalanya. Jika karena hal ini aku merasa bahagia menjadi bodoh selamanya pun tidak apa-apa..Salahkah aku??? Jika semua ikatan berubah menjadi rasa ingin menguasai. Apa yang ingin kau cari?? Harta dunia kah!!! Aku memang naif,terlalu naif. Kau tahu apa yang kufikirkan saat itu.Aku ingin memiliki seluruh harta didunia. Jika dengan itu aku bisa membeli semua ikatan. Maka aku akan mencarinya. Akan kudapatkan hal yang kuinginkan meski aku harus menjadi orang lain. Aku akan menjadi penguasa dunia dan akan kubeli semua ikatan.

Sabtu, 09 Oktober 2010

Introduction

Hay Semua My name Is Pramushinta Permata Sari...Call Me Shieeza..Ini hanya blog biasa namun akan lebih bermakna jika kalian tidak hanya membaca tapi juga memahami. Karena Hanya dengan memahami dunia akan lebih terbuka dengan segala lika-likunya,,,Shieeza dengan segala jejak hidupnya adalah uraian tentang masa lalu, kini dan masa depan,,,,salam Shieee